Bengkulu, Spoiler.id – Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3A) Provinsi Bengkulu menggelar kegiatan koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan pencegahan kekerasan terhadap perempuan yang menjadi kewenangan provinsi.
Acara yang digelar di Aula Ratu Samban, Hotel Nala Sea Side Pantai Panjang, Kota Bengkulu ini berlangsung sejak pukul 09.00 WIB, Senin (20/10), dengan melibatkan berbagai stakeholder dari lintas sektor.
Kegiatan ini bertujuan memperkuat perlindungan perempuan dari kekerasan melalui sinergi antara pemerintah provinsi, aparat penegak hukum, organisasi profesi, dan lembaga masyarakat.
Plt. Kepala DP3A Provinsi Bengkulu, Willy Purnama H, S.H., M.H, bersama Kasubdit Kamneg Ditreskrimum Polda Bengkulu AKBP Julius Hadi H, S.H., M.M, serta perwakilan dari DP3A kabupaten/kota, Ikatan Psikolog Klinis Indonesia (IPKI), dan Kongres Advokat Indonesia (KAI) hadir dalam kesempatan tersebut.
Dalam sambutannya, Kadis DP3A Provinsi Bengkulu menegaskan pentingnya penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak yang harus dilakukan secara serius dan terintegrasi.
“Kekerasan pada perempuan dan anak memerlukan kerja sama semua pihak, mulai dari keluarga, masyarakat, lembaga pendidikan, dunia usaha, hingga pemerintah di tingkat desa sampai provinsi. Ini adalah upaya pencegahan dini yang tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri,” ujarnya.
Lebih lanjut, Kadis DP3A menekankan pentingnya kolaborasi dan koordinasi yang kuat dalam penanganan kekerasan. “Ketika kekerasan terjadi, penanganannya juga harus melibatkan kerja sama tim yang solid untuk melindungi korban, memberikan hak-hak saksi, dan menegakkan hukum bagi pelaku. Penguatan koordinasi menjadi kunci keberhasilan kehadiran negara dalam menjawab tantangan kekerasan ini,” jelasnya.
Ia juga mengingatkan perlunya konsistensi dalam mengoptimalkan Unit Pelayanan Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) sebagai lembaga layanan utama.
Sesi pemaparan materi menghadirkan tiga narasumber utama. AKBP Julius Hadi H dari Polda Bengkulu mengawali dengan penjelasan definisi pencegahan menurut KBBI, serta gambaran hukum terkait kekerasan terhadap perempuan berdasarkan UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
“Pencegahan berarti melakukan tindakan sebelum kejadian buruk terjadi. Untuk itu, edukasi kesetaraan gender sejak dini di keluarga dan sekolah sangat penting,” katanya.
Julius juga menguraikan berbagai upaya pencegahan kekerasan, seperti pemberdayaan melalui pelatihan keterampilan, kesadaran hukum, dan advokasi. Ia menegaskan peran institusi negara dan LSM dalam menciptakan lingkungan yang aman serta menyediakan layanan pengaduan bagi korban.
“Yang paling penting adalah keberanian korban dan masyarakat untuk melapor. Jangan takut speak up dan bantu korban kekerasan,” pungkasnya.
Sementara itu, Advokat Lefi Efanisia Hartati dari Kongres Advokat Indonesia Provinsi Bengkulu menjelaskan berbagai bentuk kekerasan dalam rumah tangga, mulai dari fisik, psikis, seksual, hingga penelantaran.
“KDRT adalah tindakan yang menyebabkan penderitaan fisik, seksual, psikologis, atau penelantaran. Faktor penyebabnya beragam, antara lain ketimpangan gender, budaya patriarki, serta masalah ekonomi dan penyalahgunaan zat,” kata Lefi.
Lefi menegaskan pentingnya edukasi sejak dini dan peran aktif masyarakat dalam melaporkan kekerasan. “Pemerintah harus menyediakan layanan pengaduan dan rumah aman, sementara masyarakat tidak boleh menutup mata terhadap kekerasan yang terjadi di sekitar mereka,” ujarnya.
Dari perspektif psikologis, Wenri Surya Pratama dari Ikatan Psikolog Klinis Indonesia Bengkulu menyampaikan data statistik pernikahan dan perceraian sebagai gambaran pentingnya kesehatan mental.
“Kesehatan mental menjadi pondasi agar setiap dimensi kehidupan tumbuh dengan baik. Trauma akibat kekerasan harus dipahami secara klinis dan perlu pendekatan psikologis dalam pemulihan,” katanya.
Wenri menambahkan, “Kekerasan adalah masalah sistemik, bukan hanya persoalan personal. Pemulihan psikologis adalah kunci keberlanjutan perlindungan, dan kolaborasi lintas sektor merupakan strategi terbaik untuk mencegah serta menanggulangi kekerasan.”
Melalui langkah bersama ini, Provinsi Bengkulu berkomitmen untuk mewujudkan perempuan berdaya dan bebas dari kekerasan.