Jakarta, Spoiler.id – Dunia pendidikan kembali mendapat dorongan inovatif melalui pemanfaatan kecerdasan buatan (AI). Seorang peneliti dan dosen dari Universitas Bengkulu, Della Maulidiya, memperkenalkan sistem AI untuk menilai keterampilan motorik anak usia dini secara lebih objektif dan efisien, menggantikan metode konvensional berbasis observasi manual oleh guru.
Inovasi ini dipresentasikan dalam ajang The 12th International Conference on Computer, Control, Informatics and Its Applications (IC3INA) yang digelar Organisasi Riset Elektronika dan Informatika (OREI) BRIN di Jakarta, Rabu (15/10).
Dalam penelitiannya yang berjudul Preliminary Evaluation of an AI-Based Postural Assessment Application for Motor Skill Perception in Early Childhood Physical Education, Della dan tim menggunakan kombinasi teknologi MediaPipePose dan OpenCV untuk menganalisis postur tubuh anak, termasuk kemiringan leher dan keseimbangan tubuh.
Hasil analisis sistem AI tersebut kemudian diklasifikasikan ke dalam dua kategori utama, yakni postur baik dan postur kurang baik. Uji coba dilakukan terhadap 25 siswa Sekolah Dasar berusia 6–7 tahun. Hasilnya menunjukkan kecocokan antara sistem AI dan penilaian pakar dengan skor Cohen’s Kappa sebesar 0,618, yang mengindikasikan tingkat reliabilitas tinggi.
Tak hanya menilai postur, sistem ini juga mampu memetakan empat profil motorik anak. Dengan pemetaan tersebut, guru dapat memberikan latihan fisik yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing siswa, seperti latihan keseimbangan menggunakan teknik side shuffle atau crab walk.
“AI bukan untuk menggantikan peran guru, tetapi menjadi mitra diagnostik yang dapat memberikan data objektif dan akurat,” ujar Della Maulidiya saat presentasi.
AI dalam Pendidikan Harus Tetap Mengedepankan Nilai Kemanusiaan
Seiring makin meluasnya pemanfaatan kecerdasan buatan dalam dunia pendidikan, muncul pula seruan agar penerapannya tidak mengabaikan aspek keadilan dan nilai-nilai kemanusiaan.
Hal tersebut disampaikan Ika Diyah Candra Arifah dari Universitas Negeri Surabaya dalam presentasi berjudul Menjembatani Adaptasi Algoritmik dan Kesetaraan Andragogis dalam Pembelajaran yang Dipersonalisasi oleh AI.
Ika memperkenalkan konsep “andragogical equity” yang menekankan bahwa personalisasi pembelajaran berbasis AI harus tetap menghormati otonomi, relevansi, dan keadilan bagi peserta didik, khususnya dalam konteks pendidikan orang dewasa.
Dalam studi yang melibatkan 160 mahasiswa pengguna alat bantu Two-Listed AI, ditemukan bahwa pendekatan yang mengedepankan personalisasi dan kenyamanan pengguna dapat meningkatkan kualitas pengalaman belajar serta prestasi akademik.
“Yang paling penting adalah bagaimana teknologi ini diterima dan dirasakan secara positif oleh penggunanya,” kata Ika.
Ia menambahkan, desain sistem AI dalam pendidikan perlu memperhatikan prinsip transparansi, keadilan, dan inklusivitas agar manfaatnya dapat dirasakan secara merata oleh seluruh kalangan.
Para peneliti juga menekankan pentingnya mengombinasikan penilaian berbasis manusia dengan umpan balik dari sistem AI, serta mendorong dilakukannya studi lintas budaya guna memastikan teknologi ini tidak menimbulkan kesenjangan baru dalam dunia pendidikan.