Makan Bergizi Gratis Kembali Telan Korban, Di Mana Pengawasan Pemda?

0
53
Pemberian makan bergizi gratis (MBG) kepada siswa SDN Bangka 01 Pagi, Jakarta, Senin (13/1/2025). (Foto Dok. ANTARA)

Spoiler.id – Kasus keracunan makanan kembali menghantui program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang sejatinya bertujuan mulia. Kali ini, 111 siswa SMP Negeri 8 Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, harus dilarikan ke rumah sakit setelah menyantap makanan yang semestinya menunjang tumbuh kembang mereka. Pertanyaannya, sampai kapan kejadian ini akan terus berulang tanpa pembenahan menyeluruh?

Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan, menyebut pihaknya sedang melakukan investigasi mendalam terhadap insiden yang terjadi awal pekan lalu tersebut. Namun, ia juga menegaskan bahwa evaluasi dan pelatihan terhadap SPPG (Satuan Produksi Pangan Gizi)—dapur MBG—telah rutin dilakukan.

“Sedang dicek detail penyebabnya. Iya betul, SPPG selalu diberi pelatihan,” ujar Dadan, dikutip dari Kompas.com, Rabu (23/7/2025).

“Kita upayakan zero accident,” tegasnya.

Sayangnya, komitmen zero accident itu tak selaras dengan realitas di lapangan. Insiden Kupang menambah daftar panjang kasus keracunan makanan dalam program MBG yang sebelumnya sudah tercatat di berbagai daerah. Masalah berkisar dari mutu alat saji seperti nampan yang tak higienis, hingga kontaminasi bakteri Salmonella dan E. coli.

Kekhawatiran para orang tua kian membuncah. Program MBG yang dimaksudkan untuk menyehatkan justru menjadi sumber rasa cemas.

Masalah Tata Kelola dan Lemahnya Pengawasan Daerah

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah, menyampaikan kritik tajam terkait lemahnya tata kelola dan pengawasan pemerintah daerah terhadap program MBG. Menurutnya, tanggung jawab daerah dalam memastikan keamanan dan kualitas makanan kerap dilimpahkan begitu saja ke pihak SPPG tanpa pengawasan memadai.

“Jika muncul keracunan-keracunan itu, itu kan sebenarnya masalah pengawasan yang lemah, masalah kualitas, masalah tata kelola yang tidak transparan,” ujarnya.

Ia menyarankan agar pemerintah segera menyusun regulasi teknis yang tegas, termasuk pemberian sanksi bagi pihak yang terbukti lalai dalam menjalankan standar operasional penyajian makanan.

“Kalau orang keracunan itu membahayakan sekali, bahkan menyangkut nyawa. Harus ada protokol keselamatan yang ketat,” katanya.

Lebih jauh, Trubus menekankan bahwa MBG bukan hanya soal pemenuhan gizi, tetapi juga peluang untuk menggerakkan ekonomi lokal, dengan melibatkan pelaku UMKM pangan di sekitar sekolah. Namun, semua itu takkan berarti tanpa jaminan keselamatan makanan.

“Harusnya ada sanksi yang jelas bagi pemda jika mereka lepas tangan. Ini soal nyawa dan masa depan anak-anak Indonesia,” tegasnya.

Saatnya Negara Turun Tangan Lebih Kuat

Program MBG tidak bisa lagi dianggap sebagai proyek sosial biasa. Ini adalah bagian dari investasi negara untuk menyiapkan generasi sehat dan cerdas. Maka, setiap kegagalan dalam penyelenggaraannya harus ditanggapi dengan serius, bukan sekadar perbaikan administratif.

Insiden di Kupang menjadi alarm keras. Negara perlu turun tangan lebih tegas, dengan sistem pengawasan lintas sektor dan regulasi yang menempatkan keselamatan anak sebagai prioritas utama. Bila tidak, alih-alih menjadi program unggulan pemerintah, MBG justru bisa menjadi simbol kegagalan kita menjaga masa depan.

Pewarta: Syafri Yantoni
Editor : Desty Dwi Fitria
COPYRIGHT © SPOILER 2025

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here