APBD Bengkulu Tahun 2026 di Ambang Jurang Fiskal: Hidup Rakyat Dibebani Pajak, Elit Menumpuk Kekayaan?

0
66
Ilustrasi (Foto desain: ChatGPT/Spoiler.id)

Spoiler.id – Konfusius menegaskan: “Seorang penguasa yang adil membuat rakyatnya sejahtera; seorang penguasa yang serakah membuat rakyatnya sengsara.”

Bengkulu pada tahun 2026 akan mengalami titik kritis fiskal bagi APBD Provinsi Bengkulu. Transfer ke Daerah (TKD) diperkirakan turun ±Rp 320 miliar, PAD yang ditargetkan Rp 1,085 triliun berisiko tak terealisasi, dan Gubernur Helmi Hasan berencana pinjaman Rp 2 triliun ke Bank BJB. Tanpa pengelolaan cermat, APBD hanya akan menutupi cicilan utang dan belanja dasar, sementara proyek strategis dan layanan publik tertunda.

Transfer ke Daerah (TKD) dari Kemenkeu untuk Bengkulu pada 2025 tercatat sekitar Rp 1,3 triliun. Namun, dalam APBN 2026, alokasi TKD diperkirakan menurun signifikan. Jika penurunan nasional sekitar 24,7%, maka alokasi TKD Bengkulu diperkirakan berkurang sekitar Rp 320 miliar, menjadi ±Rp 980 miliar.

Hibah Miliaran untuk Aparat, Rakyat Ditinggal

Kota Bengkulu: Rp 32 miliar untuk aparat hukum.

Bengkulu Tengah: Rp 13 miliar untuk aparat hukum.

Seluma: Rp 1,8 miliar untuk Command Centre Polres.

Provinsi: Helikopter Rp 50 miliar dan rumah dinas Polda Rp 6 miliar.

Sementara rakyat dibebani pajak: PBB naik 100–300%, BPHTB tetap diberlakukan, pajak rumah MBR tak dihapus, PKB + Opsen 66% masih tinggi. ASN menghadapi pemotongan gaji dan pemaksaan zakat.

Konfusius menegaskan:

“Seorang penguasa yang adil membuat rakyatnya sejahtera; seorang penguasa yang serakah membuat rakyatnya sengsara.”

Kebutuhan Rakyat Diabaikan

RSUD M. Yunus kekurangan alat medis vital.

Petani kesulitan air dan sarana produksi.

Mahasiswa minim beasiswa.

Jalan desa rusak parah.

APBD kini lebih menjadi mesin memperkaya elit dan aparat, daripada alat kesejahteraan rakyat.

Pinjaman Rp 2 Triliun: Solusi atau Risiko?

Beban bunga dan cicilan mengurangi fleksibilitas APBD. Jika PAD tetap rendah, mayoritas pendapatan akan terserap untuk membayar utang, bukan membiayai proyek vital. Proyek simbolik harus dikurangi; fokus pada infrastruktur dasar: jalan lokal, puskesmas, ambulans, air bersih, sanitasi, dan sekolah.

Pakar ekonomi publik, Dr. Arif Budiman, menekankan:

“Ketergantungan pada pinjaman jangka pendek untuk menutupi defisit tanpa peningkatan PAD adalah resep ketidakstabilan fiskal. Fokus harus pada peningkatan efisiensi belanja dan optimalisasi pendapatan daerah.”

Sementara Prof. Ratna Wijaya, ekonom fiskal dari Universitas Indonesia, menambahkan:

“Pemerintah daerah harus memastikan APBD benar-benar pro-rakyat. Hibah besar ke aparat atau proyek simbolik boleh saja, tapi tidak boleh mengorbankan layanan dasar yang vital bagi masyarakat.

Populi Suprema Lex Esto: Rakyat Adalah Hukum Tertinggi

APBD harus menempatkan rakyat sebagai prioritas utama. Pajak harus adil, hibah tepat sasaran, pinjaman produktif. Kekuasaan bukan untuk kantong pribadi, tetapi alat menyejahterakan rakyat. Jika prinsip ini diterapkan, APBD Bengkulu bisa kembali menjadi instrumen kesejahteraan, bukan mesin elit.

Rakyat harus menjadi pusat setiap kebijakan: subjek yang hak-haknya dilindungi, bukan objek untuk menutupi kekurangan anggaran atau memperkaya elit. Saatnya APBD kembali bekerja untuk rakyat, bukan untuk kekuasaan.

Konsep Infografik Pendukung

1. Diagram Batang Perbandingan Hibah vs Kebutuhan Rakyat

Hibah aparat hukum (Kota, Kabupaten, Provinsi) vs proyek vital (RSUD, jalan desa, air bersih, sekolah).

2. Peta Pajak dan Beban Rakyat

PBB naik 100–300%, PKB + Opsen 66%, BPHTB, pajak rumah MBR.

3. Garis Waktu TKD & PAD

TKD 2025 vs 2026.

PAD target vs realisasi.

4. Pinjaman Ke Bank BJB Rp 2 Triliun

Visualisasi alokasi untuk utang, proyek jalan, ambulans vs risiko beban bunga.

Oleh: Vox Populi Vox Dei

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here