Bengkulu,spoiler.id – Bengkulu sedang diguncang isu kontroversial mengenai lonjakan opsen pajak kendaraan bermotor (PKB). Banyak masyarakat dibuat kaget dengan jumlah tagihan pajak yang meningkat secara signifikan. Opsen sendiri merupakan tambahan pungutan pajak berdasarkan persentase tertentu.
Sekretaris Pemuda Muhammadiyah Bengkulu, Kasrul Pardede, menyampaikan sejumlah alasan mengapa masyarakat menolak atau keberatan terhadap kebijakan tersebut. Menurutnya, penolakan ini bukan tanpa dasar.
Pertama, kata Kasrul, masyarakat sedang menghadapi kondisi ekonomi yang sulit. Kenaikan pajak, sekecil apa pun, tetap menjadi beban baru yang terasa berat karena tidak diiringi perbaikan layanan publik.
Kedua, infrastruktur dan fasilitas umum yang belum menunjukkan perbaikan menimbulkan pertanyaan di kalangan warga. Mereka bertanya-tanya, untuk apa membayar lebih jika jalan tetap rusak dan transportasi umum belum layak?
Ketiga, Kasrul menyoroti kurangnya sosialisasi pemerintah terkait kebijakan opsen. Banyak warga yang bahkan tidak tahu apa itu opsen, namun tiba-tiba menerima tagihan pajak yang meningkat tanpa penjelasan.
Keempat, rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah akibat pengelolaan keuangan yang dianggap tidak transparan menambah kecurigaan terhadap kebijakan ini.
Alasan kelima adalah penggunaan istilah hukum seperti “opsen” yang sulit dipahami oleh masyarakat awam, karena pemerintah kurang maksimal dalam menyederhanakan bahasa kebijakan ke dalam istilah yang mudah dimengerti.
Terakhir, menurut Kasrul, kendaraan pribadi masih merupakan kebutuhan pokok di Bengkulu karena minimnya transportasi umum. Maka, kenaikan pajak kendaraan pribadi justru dirasakan sebagai tindakan yang tidak adil bagi rakyat.
Merespons situasi tersebut, Kasrul mendesak Gubernur Bengkulu, Helmi Hasan, untuk segera mengambil langkah tegas dan konkret.
Ia menegaskan bahwa jika Gubernur ingin membuktikan komitmennya terhadap slogan “Bantu Rakyat,” maka inilah saat yang tepat untuk membuktikannya.
Salah satu opsi yang dapat diambil adalah dengan menerbitkan Surat Keputusan (SK) Gubernur tentang keringanan pajak kendaraan bermotor. Langkah ini bukan hanya realistis, tetapi juga memiliki dasar hukum yang kuat.
Kasrul mengutip Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, terutama Pasal 96 ayat (1) dan (2), yang memberikan kewenangan kepada kepala daerah untuk memberikan keringanan, pengurangan, pembebasan, atau penundaan pembayaran pajak dan retribusi dengan mempertimbangkan kondisi masyarakat atau objek pajaknya.
Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang ketentuan umum pajak daerah dan retribusi daerah turut memperkuat dasar hukum untuk pengambilan keputusan tersebut.
“Kalau memang benar-benar ingin bantu rakyat, tidak perlu saling menyalahkan atau bersembunyi di balik alasan bahwa ini adalah kebijakan lama. Gubernur memiliki kewenangan dan instrumen hukum yang jelas untuk meringankan beban masyarakat. Tinggal keluarkan saja SK Gubernur itu,” tegas Kasrul.
Pewarta: Syafri Yantoni
Editor : Desty Dwi Fitria
COPYRIGHT © SPOILER 2025
















































