Jakarta, Spoiler.id – Publik Indonesia kembali dikejutkan dengan operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer Gerungan, yang akrab disapa Noel. Penangkapan dilakukan pekan lalu bersama 10 pejabat kementerian dan pihak swasta dalam dugaan pemerasan terkait sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
KPK dalam waktu singkat menetapkan Noel bersama 10 orang lainnya sebagai tersangka. Presiden Prabowo Subianto kemudian menandatangani surat keputusan pemberhentian Noel dari jabatannya sebagai wakil menteri. Pengumuman resmi disampaikan Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi pada Jumat (22/8).
Noel dilantik sebagai Wamenaker sejak Oktober 2024 dalam Kabinet Merah Putih pemerintahan Prabowo-Gibran periode 2024–2029. Figur yang lahir pada 22 Juli 1975 ini sebelumnya dikenal luas sebagai Ketua Relawan Jokowi Mania (JoMan) pada Pilpres 2019–2024, yang kemudian bertransformasi menjadi kelompok relawan Prabowo Mania pada Pilpres 2024.
Kontroversi Noel
Sejak menjabat, Noel kerap menimbulkan kontroversi. Salah satunya pernyataannya yang menyarankan masyarakat untuk “kabur saja, jangan kembali lagi” ketika menanggapi isu lapangan kerja. Pernyataan ini berseberangan dengan janji kampanye pemerintahan Prabowo–Gibran yang menargetkan penciptaan 19 juta lapangan kerja.
Ironisnya, sosok yang vokal menyerukan hukuman mati bagi koruptor ini justru ditangkap KPK atas dugaan pemerasan perusahaan yang mengurus sertifikat K3. Saat digiring ke hadapan publik, Noel sempat menangis dan menyebut akan mengajukan amnesti kepada Presiden.
Psikologi Bawah Sadar
Fenomena Noel menimbulkan paradoks: seorang aktivis antikorupsi yang justru terjerat kasus korupsi. Beberapa psikolog menjelaskan fenomena ini melalui teori pikiran bawah sadar. Sigmund Freud menyebut mekanisme proyeksi, yakni seseorang menolak dorongan negatif dalam dirinya dengan cara menuduh orang lain. Carl Jung menyinggung konsep “shadow self” atau bayangan diri yang tersembunyi.
Sementara Leon Festinger melalui teori disonansi kognitif menjelaskan adanya ketidaknyamanan mental ketika perilaku bertentangan dengan keyakinan. Dalam kasus Noel, disonansi itu muncul ketika seruan antikorupsi berseberangan dengan tindakan pemerasan yang dilakukannya.
Kasus Sertifikasi K3
KPK mengungkap Noel meminta uang Rp3 miliar kepada perusahaan dengan dalih renovasi rumah. Biaya resmi sertifikasi K3 sejatinya hanya Rp275 ribu, namun dalam praktiknya bisa mencapai Rp6 juta per sertifikat akibat pungutan liar.
Sertifikasi K3 diatur dalam UU No. 1 Tahun 1970 dan PP No. 50 Tahun 2012, yang mewajibkan perusahaan dengan tingkat risiko tinggi memenuhi standar keselamatan kerja. Alih-alih mempermudah perusahaan, dugaan pemerasan justru memperburuk iklim usaha sekaligus mempersempit peluang kerja masyarakat.
Dari Aktivis ke Wamenaker
Noel dikenal sebagai aktivis 1998 yang ikut menumbangkan Orde Baru. Ia meniti karier politik dari relawan, hingga dipercaya menjadi komisaris anak usaha BUMN, sebelum akhirnya menduduki kursi Wakil Menteri Ketenagakerjaan.
Namun perjalanan karier instan itu kini berakhir dengan ironi. Noel yang semula digadang-gadang sebagai pejuang antikorupsi, kini justru menjadi simbol paradoks antara idealisme dan realitas politik.
Oleh: Anggota Dewan Pers, Atmaji Sapto Anggoro.
Pewarta: Restu Edi
Editor : Desty Dwi Fitria
COPYRIGHT © SPOILER 2025
















































