Spoiler.id – Ketika rakyat menuntut pelayanan dasar, Gubernur Helmi Hasan justru menggiring APBD ke arah yang penuh risiko: utang Rp 2 triliun ke bank bjb. Sumber persoalan utamanya sederhana: Bank Bengkulu terlalu kecil untuk menopang nafsu besar proyek mercusuar sang gubernur.
Bank Bengkulu: Kecil, Rapuh, dan Terbatas
Data terbaru menunjukkan aset Bank Bengkulu per 2024 hanya sekitar Rp 10,35 triliun, dengan modal inti Rp 1,46 triliun. Likuiditasnya pun mulai menurun, LCR per Juni 2025 hanya 122,10%. Skala ini jelas terbatas. Bank Bengkulu bisa melayani kredit UMKM, pegawai negeri, atau proyek kecil, tapi mustahil menopang utang triliunan rupiah untuk proyek-proyek pencitraan gubernur.
Lebih parah lagi, BPK menyorot kelemahan tata kelola Bank Bengkulu, khususnya dalam penyaluran kredit modal kerja. Artinya, bank ini bukan saja kecil, tetapi juga belum sehat sepenuhnya. Memaksakan bank daerah kecil untuk menopang proyek mercusuar sama saja dengan menjerumuskan rakyat Bengkulu ke jurang risiko fiskal.
Bank bjb: Kuat, Tapi Bukan Tanpa Ongkos
Di sisi lain, bank bjb memang memiliki daya tahan dan modal besar: aset Rp 215,9 triliun, kredit Rp 144,2 triliun, dan laba bersih Rp 712 miliar pada semester I 2025. Dengan kekuatan likuiditas itu, bjb sanggup mengucurkan pinjaman Rp 2 triliun kepada Bengkulu. Namun, kekuatan bjb tentu bukan tanpa biaya. Bunga, margin, dan cicilan akan membebani APBD Bengkulu tahun-tahun berikutnya.
Saat PAD seret dan TKD dari pusat menurun, pertanyaan besarnya: siapa yang akan membayar? Jawabannya jelas: rakyat Bengkulu lewat pajak, retribusi, dan pemangkasan anggaran pelayanan dasar.
Penyertaan Modal vs Utang 2 Triliun
Pilihan Helmi Hasan pada utang 2 triliun sejatinya hanyalah jalan pintas. Penyertaan modal secara bertahap ke Bank Bengkulu, plus konsolidasi dalam Kerja Sama Antar BPD (KUB) bersama bank bjb, justru akan memperkuat bank daerah dan memberi efek jangka panjang. Modal bertambah, layanan meningkat, risiko fiskal terkendali.
Sebaliknya, utang Rp 2 triliun untuk proyek mercusuar hanya menguntungkan segelintir kontraktor dan memperindah citra politik. Rakyat mendapat sedikit, APBD mendapat beban, dan generasi berikutnya mewarisi cicilan.
Nafsu Besar, Akal Kecil
Masalah Bengkulu bukan kurang proyek beton, melainkan kurang keberpihakan pada rakyat. Pendidikan, kesehatan, pertanian, dan UMKM jauh lebih mendesak daripada mercusuar. Helmi Hasan harus diingatkan bahwa warisan terbaik bukanlah gedung tinggi atau jalan panjang, melainkan rakyat yang sehat, sejahtera, dan tidak dicekik utang.
Pepatah hukum berbunyi: “Salus Populi Suprema Lex Esto” – keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi. Maka, jika gubernur memilih utang untuk nafsu besar proyek mercusuar, rakyatlah yang akan menjadi korban pertama.Bank Bengkulu Tidak Bisa Melayani Nafsu Besar Proyek Mercusuar Helmi Hasan
Oleh: Vox Populi Vox Dei
















































