Spoiler.id – Tim nasional sepak bola Indonesia kembali gagal melangkah ke putaran final Piala Dunia. Upaya PSSI melakukan naturalisasi dan merekrut pemain diaspora demi memperbesar peluang lolos justru belum membuahkan hasil yang diharapkan. Lebih jauh, kebijakan ini dianggap malah menghambat perkembangan pemain lokal dan merusak akar rumput sepak bola nasional.
Bayangkan posisi seorang pemain muda yang mengawali karier dari lapangan kampung, sekolah sepak bola, hingga liga domestik. Saat kesempatan masuk tim nasional terbuka, peluangnya menipis karena slot pemain lokal banyak diisi oleh pemain naturalisasi dan diaspora. Kondisi ini semakin diperparah dengan dominasi pemain asing di klub-klub liga utama, tanpa adanya proteksi yang memadai bagi talenta lokal.
Fenomena ini mengindikasikan adanya kepentingan politis di balik perekrutan pemain asing dan naturalisasi secara besar-besaran. Sepak bola nasional bukan lagi sekadar olahraga, tapi menjadi arena kontestasi kepentingan pengurus federasi yang menempatkan ambisi di atas pengembangan sumber daya manusia lokal.
Belajar dari Jepang dan Korea Selatan
Indonesia perlu mencontoh langkah Jepang dan Korea Selatan yang selama ini fokus mengembangkan sepak bola akar rumput secara sistematis. Japan Football Association (JFA) misalnya, memiliki “Japan’s Way,” sebuah peta jalan jangka panjang untuk menciptakan 10 juta keluarga sepak bola dan meraih gelar juara dunia pada 2050.
JFA menerapkan empat pilar utama: penguatan tim nasional, pengembangan pemain muda, pembinaan pelatih, dan penguatan sepak bola akar rumput. Jepang memadukan kesenangan bermain bola dengan pencapaian prestasi kompetitif. Anak-anak sejak usia enam tahun sudah diperkenalkan dengan sepak bola melalui tim lokal, sekolah, akademi, dan klub kampus. Kebahagiaan bermain bola menjadi fondasi utama, yang kemudian berkembang menjadi kompetisi prestasi.
Demikian pula Korea Selatan, yang mengelola sepak bola yunior dengan pendekatan terstruktur mulai dari sekolah dasar hingga tingkat menengah. Asosiasi Sepak Bola Korea (KFA) memastikan seluruh program sesuai standar nasional dan berorientasi pada pengembangan berkelanjutan. Model ini telah menghasilkan pemain berkualitas yang mampu bersaing di tingkat dunia.
Merawat akar rumput sebagai kunci kemajuan
Indonesia tidak kekurangan calon pemain potensial. Secara postur dan fisik, pemain muda Indonesia masih bisa dikembangkan melalui penerapan sains olahraga dan nutrisi yang tepat sejak dini. Hal ini mengindikasikan bahwa pengembangan sepak bola nasional harus berorientasi pada pembinaan akar rumput, bukan sekadar mencari solusi instan melalui naturalisasi.
PSSI dan pemangku kepentingan sepak bola nasional perlu segera menyusun peta jalan yang jelas dan terukur, seperti “Japan’s Way.” Hal ini termasuk menetapkan indikator keberhasilan pada setiap jenjang usia dan menjamin pemerataan fasilitas pelatihan di seluruh Indonesia, termasuk wilayah tengah dan timur yang selama ini kurang mendapat perhatian.
Dahulu, pelatih seperti Indra Sjafri aktif mencari bakat di pelosok Nusantara. Pendekatan ini harus dikembangkan dan diorganisasi secara lebih masif dan terprogram. Investasi pembangunan fasilitas olahraga di sekolah dan permukiman menjadi keharusan. Pemerintah pusat dan daerah, bersama sektor swasta dan masyarakat, harus bersinergi menciptakan sarana latihan yang memadai.
Potensi lain yang belum tergali maksimal adalah pemain muda dari kalangan santri dan siswa sekolah berasrama. Pola hidup sehat dan teratur menjadi keunggulan mereka. Kompetisi seperti Liga Santri yang telah melahirkan pemain berbakat seperti Muhammad Rafli Mursalim, pembuat gol terbanyak Liga Santri 2016 dan pernah membela Timnas U-19, layak dikembangkan lebih lanjut.
Selain itu, pengembangan sepak bola putri juga menjadi perhatian penting. Tanpa kompetisi rutin dan pembinaan berkelanjutan, prestasi pemain putri sulit berkembang. Kebijakan naturalisasi yang juga dijalankan di sektor putri bukanlah solusi jangka panjang. Penguatan akademi, pelatihan, dan kompetisi akar rumput harus menjadi fokus utama.
Kesuksesan tidak datang dalam semalam. Dibutuhkan kerja keras, kerja cerdas, dan visi jangka panjang untuk menjadikan Indonesia sebagai kekuatan sepak bola yang berdaya saing global. Lolos ke putaran final Piala Dunia hanya akan menjadi kenyataan jika langkah strategis dan terukur dibangun dari bawah.
Mari kita wujudkan peta jalan sepak bola Indonesia menuju Piala Dunia yang berbasis pengembangan pemain lokal dan akar rumput. Semoga impian tersebut segera terwujud.
Oleh: Bobby Steven, Pemerhati Sepak Bola, Dosen Universitas Sanata Dharma
















































