Pemprov Bengkulu Tak Sentuh Tarif PKB-BBNKB dalam Revisi Perda, DPRD Desak Perubahan Menyeluruh

0
56
Edy Irawan HR, Anggota DPRD Provinsi Bengkulu. (Spoiler.id)

Bengkulu, Spoiler.id – Polemik tarif Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) di Provinsi Bengkulu terus menjadi sorotan publik.

Pasalnya, revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 2023 yang diajukan Pemerintah Provinsi Bengkulu justru tidak menyentuh dua pasal krusial yang selama ini paling banyak dikeluhkan masyarakat.

Dalam rapat paripurna DPRD Provinsi Bengkulu, Senin, 2 Juni 2025, Wakil Gubernur Bengkulu Mian, mewakili Gubernur Helmi Hasan, menyampaikan draf revisi Perda. Namun, substansi revisi hanya mencakup perubahan pada Pasal 77 Ayat 3, 4, dan 5 serta lampiran objek retribusi daerah, tanpa menyentuh Pasal 6 dan Pasal 13 yang mengatur langsung tarif PKB dan BBNKB.

Sebagai informasi, Pasal 6 menetapkan tarif PKB sebesar 1,2 persen untuk kepemilikan kendaraan pertama dan seterusnya. Sedangkan Pasal 13 menetapkan tarif BBNKB sebesar 12 persen, angka yang dinilai memberatkan masyarakat dan memicu reaksi luas di tengah kondisi ekonomi yang belum stabil.

“Ya, ada yang tidak masuk dalam revisi. Kalau saya melihat, nanti dalam pembahasan kita akan panggil leading sector terkait, terutama Dinas Pendapatan. Kalau memang mereka tidak mau memasukkan, kita minta dalam pembahasan,” ujar Edy Irawan HR, Anggota DPRD Provinsi Bengkulu.

Menurut politisi Partai Demokrat itu, pembahasan revisi Perda harus fokus pada kepentingan rakyat, bukan sekadar formalitas. Ia menyatakan DPRD siap menolak jika usulan perubahan tarif pajak tidak dimasukkan.

“Kalau tidak dimasukkan, nanti kita tolak. Itu kebutuhan masyarakat hari ini. Prinsipnya, kami akan perjuangkan tuntutan publik,” tegasnya.

Ia juga menyarankan agar Gubernur Bengkulu mengambil langkah konkret seperti regresi tarif melalui mekanisme peraturan pelaksana untuk sementara waktu, sambil menunggu revisi resmi Perda rampung.

Dalam draf yang diajukan Pemprov, perubahan hanya menyentuh pembagian bagi hasil Pajak Air Permukaan (PAP) dan pajak rokok, dari yang sebelumnya berdasarkan jumlah penduduk, kini menjadi paling rendah 70 persen. Tata kelola yang semula harus melalui Perda juga diubah cukup dengan peraturan atau keputusan gubernur.

Namun, ketentuan itu dinilai tidak menjawab keresahan masyarakat atas beban pajak kendaraan. DPRD meminta agar pemerintah tidak menjalankan kebijakan secara sepihak dan tetap menghormati fungsi kelembagaan.

“Peran eksekutif dan legislatif sebagai penyelenggara negara harus saling mendukung. Tidak boleh ada ‘one man show’ dalam penyelesaian persoalan yang menyangkut kepentingan rakyat,” tutup Edy.

Pewarta: Syafri Yantoni
Editor : Desty Dwi Fitria
COPYRIGHT © SPOILER 2025

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here